TUGAS DARI PAK JA'FAR
SUBJEK: HUKUM DAN HAM
YA, hukum RAJAM memang bertentangan dengan HAM.
Pengertian HAM
Hak
Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan
dibawanya sejak lahir dengan tidak membedakan bangsa, ras, suku, dan jenis
kelamin. Hak itu bersifat universal. HAM pada hakikatnya adalah hak-hak yang
dimiliki oleh setiap manusia. Hak itu disebut asasi karena tanpa hak tersebut
seseorang tidak dapat hidup sebagaimana layaknya manusia. Hakikat manusia tidak
lain adalah makhluk ciptaan Tuhan yang dianugerahi penalaran. Inilah perbedaan
esensial antara manusia dengan makhluk lainnya. Perlindungan terhadap HAM
merupakan salah satu ciri dari negara hukum.HAM juga merupakan sarana
perlindungan manusia terhadap kekuatan politik, sosial, ekonomis, kultural dan
ideologis yang akan melindasnya kalau tidak dibendung.
Qanun yang mengatur soal hukum
cambuk dan rajam itu dinilai melanggar hak asasi manusia dan tidak sesuai
dengan semangat Konvensi PBB Anti-Penyiksaan yang dirativikasi pemerintah
Indonesia tahun 1998 lalu. Sementara pakar hukum Universitas Syiah Kuala
berpendapat bahwa Qanun Jinayat setara dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Qanun Jinayat yang diusulkan
pemerintah Aceh disahkan parlemen pada Senin (14/9). Dalam Qanun yang disahkan
secara aklamasi itu mengatur soal judi, zina, minuman beralkohol, homoseksual,
lesbian, pemerkosaan, dan pedofilia. Para pelanggar pidana yang telah diatur
dalam qanun ini diancam dengan hukuman cambuk berkisar antara 10 hingga 400
kali cambukan. Sementara khusus pelaku zina yang telah menikah akan dirajam
dengan cara melempar batu hingga meninggal.
MENURUT HUKUM PIDANA:
HukumanMati
1.
Pengertian hukuman mati
Hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis
yang dijatuhkan pengadilan atau tanpa pengadilan sebagai bentuk hukuman
terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.
2.
Dasar hukum pelaksanaan hukuman mati
Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) membedakan dua macam pidana: pidana pokok dan pidana tambahan, yaitu:
a. Pidana pokok:
1) Hukuman mati
2) Hukuman penjara
3) Hukuman kurungan
4)Hukuman denda
b. Pidana tambahan:
1) Pencabutan beberapa hak yang tertentu
2) Perampasan barang yang tertentu
3) Pengumuman
keputusan Hakim
Selainitu, ketentuan-ketentuan lain diluar KUHP
yang juga memuat tentang hukuman mati ialah:
- UU
No 22 tahun 1997 tentang narkotika
- UU
No 5 tahun 1997 tentang psikotropika
- UU
No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak korupsi
- UU
No 36 tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia
3.
Metode pelaksanaan hukuman mati.
Dalam sejarah, dikenal beberapa cara
pelaksanaan hukuman mati, diantaranya adalah :
1.
Hukuman pancung: hukuman
dengan cara potong kepala
2.
Sengatan
listrik: hukuman dengan cara duduk di kursi yang kemudian dialiri listrik
bertegangan tinggi
3.
Hukuman gantung: hukuman
dengan cara digantung di tiang gantungan
4.
Suntik mati: hukuman dengan cara disuntik obat
yang dapat membunuh
5.
Hukuman tembak: hukuman dengan cara menembak
jantung seseorang, biasanya pada hukuman ini terpidana harus menutup mata untuk tidak melihat.
6.
Rajam:
hukuman dengan cara dilempari batu hingga mati
7. Oleh
sebab itu negara berkewajiban untuk memenuhi rasa keadilan korban dan
masyarakat dengan menerapkan hukuman yang setimpal atas perbuatan terpidana.
Pasal 28I ayat (4) UUDNRI 1945 menegaskan bahwa perlindungan HAM merupakan tanggung
jawab negara, khususnya pemerintah. Salah satu cara yang dilakukan oleh
pemerintah untuk melindungi hak asasi manusia tersebut adalah dengan memberikan
hukuman yang berat (maksimal) bagi para pelanggar hak asasi manusia, salah
satunya adalah hukuman mati.
Kesimpulan
Hukum
positif negara Indonesia masih memuat tentang pemberlakuan hukuman mati.Hukuman
mati secara substansial bertentangan dengan hak asasi manusia, sebaliknya
terpidana mati juga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hak asasi
manusia.Berdasarkan kejadian akhir-akhir ini, maka hukuman mati masih dapat
diberlakukan di Indonesia, tetapi khusus diterapkan pada kejahatan-kejahatan
atau pidana berat yang berhubungan dengan terorisme dan pengedaran narkoba
secara terorganisasi serta korupsi. Sedangkan kejahatan-kejahatan lainnya cukup
diterapkan hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara.
MENURUT ISLAM:
Hukuman Rajam dalam Pandangan HAM
Dalam menentukan posisi hukuman rajam dalam pandangan HAM, terlebih dahulu akan
dijelaskan tentang hakikat rajam itu sendiri. Hukuman rajam dijatuhkan terhadap
penzina yang sudah pernah menikah (muhsan), dengan cara dilempari batu sampai
meninggal ketentuan hukuman rajam ini adalah berdasarkan ketetapan hadits
Rasulullah SAW., tidak berdasarkan satu hadits saja tetapi terdapat banyak
hadits, baik berupa hadits qauli (sabda/perkataan) maupun hadits fi’li
(praktek).
Dalam hadits riwayat muslim dan yang lainnya dinyatakan bahwa “tatkala dia
(Ma’iz) dirajam, lalu merasakan lemparan batu. Dia berkeluh kesah (kesakitan),
lalu dia keluar dan berlari. Maka Abdullah bin Unais menyusulnya. Sedang
sahabat-sahabatnya yang lain telah lelah. Kemudian Abdullah mengambil tulang
betis unta, lalu melemparkannya, sehingga dia membunuhanya. Lalu dia mendatangi
Rasulullah SAW., dan menceritakan kepada beliau. Maka beliau bersabda,tidakkah
kamu membiarkannya, kemungkinan dia bertaubat, lalu Allah menerima taubatnya”
(HR. Muslim).
Dari ayat al-Qur’an dan hadits tersebut dapat dipahami, bahwa hukuman rajam
tidak sekejam yang dibayangkan dan yang dituduhkan oleh orang-orang non muslim
(orientalis Barat) yang katanya bertentangan dengan HAM. Dari kedua nash
tersebut dapat dipahami bahwa hukuman rajam itu tidak harus selesai
dilaksanakan dalam keadaan-keadaan tertentu (si pelaku melarikan diri)
umpamanya. Sabda Nabi di atas, sepertinya menampakkan kekesalan terhadap
sahabatnya (Abdullah bin Unais) yang mengejar dan membunuh orang yang lari dari
ekskusi rajam (Ma’iz).
Dalam hadits lain, Rasul SAW. bersabda “diangkat pena dari ummat ketidaksengajaan
dan lupa, serta karena dipaksa” (HR. Baihaqi dan Ibn Majah dari Ibn Abbas).
Yang maksudnya adalah tidak dibebani hukum dalam keadaan tiga hal tersebut.
Zina umpamanya karena dipaksa oleh orang lain dengan ancaman, maka tidak
dikenakan hukuman baginya, begitu juga dengan tindak kejahatan lainnya yang ada
unsur paksaan dan ancaman dari pihak lain.
Dalam hadits lain “Hindarilah hudud dari kaum muslimin semampu kalian, jika ada
jalan keluar, maka mudahkanlah jalannya. Sesungguhnya imam (pemimpin) yang
salah dalam pengampunannya lebih baik daripada imam yang salah dalam
menjatuhkan sanksi”. “Tinggalkan hudud karena (adanya) syubhat” (HR. Baihaqi).
Dalil-dalil hadits di atas, cukup kiranya menjadi tolak ukur bahwa hudud itu,
termasuk hukuman rajam di dalamnya tidak mudah begitu saja untuk diberlakukan
dan dijatuhkan kepada seseorang yang dianggap bersalah, tetapi melalui
mekanisme yang cukup begitu ketat dan tidak serampangan. Sebagai telah
diuraikan di pembahasan pembuktian, bahwa tujuan hukum pidana dalam syari’at
Islam adalah sebagai pelajaran dan pencegahan, meskipun sebenarnya seseorang
telah bersalah (melakukan perzinaan), tetapi tidak terpenuhinya bukti yang
ditetapkan, maka cambuk atau rajam tetap tidak bisa dilaksanakan. Oleh karena
itu segala sesuatu dilaksanakan atau tidak hukuman dalam Islam tergantung
kepada alat bukti (proses pembuktian).
Dari beberapa bacaan yang ada, belum ditemukan hukuman yang pasti melanggar HAM
atau tidak melanggar HAM, tetapi yang menjadi sorotan di sini adalah hukuman
rajam (mati). Apakah hukuman mati tersebut melanggar HAM atau tidak, hal ini
menjadi polimek antara satu pihak dengan pihak lain yang memiliki perspektif
yang berbeda.
Perlindungan HAM ada dua versi, HAM dalam pandangan Islam dan HAM dalam
pandangan Barat. HAM dalam Islam sudah ada jauh sebelum HAM yang ada di Barat
lahir. HAM kedua versi tersebut sangat bertentangan, terutama dalam masalah
hukum pidana. Hukum pidana dalam Islam (hudud) bersumber dari Tuhan yang di
dalamnya bertujuan untuk melindungi HAM (Ahkamaul Khamsah: melindungi agama,
jiwa, akal, harta, keturunan/kehormatan), yang menurut kacamata Barat
bertentangan dengan HAM yang mereka anut. Sementara hukum pidana yang mereka
anggap betul, belum tentu juga betul menurut pandangan Islam, seperti salah
satu contoh penjara di Guantanamo yang sarat dengan pelanggaran atas HAM yang
tidak punya dasar untuk menginjak-injak bahkan menghilangkan nyawa seseorang
dengan disiksa terlebih dahulu.
Versi HAM menurut Barat yaitu hak-hak yang melekat pada manusia karena
martabatnya, dan bukan karena pemberian dari nagara atau masyarakat. Dalam
hak-hak tersebut terumus segi-segi kehidupan seseorang yang tidak boleh
dilanggar karena ia seorang manusia. Perlindungan terhadap HAM merupakan salah
satu ciri dari Negara hukum. Mereka yang menaruh kepedulian atas hak-hak asasi
manusia berpandangan bahwa kewenangan mencabut hak untuk hidup dapat
digolongkan sebagai pelanggaran hak-hak asasi manusia yang berat. (gross
violation of human right) karena merenggut salah satu hak yang tidak boleh
ditangguhkan pemenuhannya.
KESIMPULANNYA:
Rajam penhapus dosa ,rajam tidak dapat dilakukan jika ada syubhah.
Perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan keyakinan dan
agama dan sulit untuk diselaraskan. Akan tetapi selaku muslim dapat diukur mana
yang lebih kuat posisi produk Tuhan atau manusia, ini juga tidak terlepas dari
keyakinan agama yang dianut, tetapi hal ini dapat menjadi renungan bagi manusia
yang beragama Islam.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan