Jumaat, 23 November 2012

ADAKAH REJAM BERTENTANGAN DENGAN HAM?


TUGAS DARI PAK JA'FAR
SUBJEK: HUKUM DAN HAM

YA, hukum RAJAM memang bertentangan dengan HAM.
 Pengertian HAM
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya sejak lahir dengan tidak membedakan bangsa, ras, suku, dan jenis kelamin. Hak itu bersifat universal. HAM pada hakikatnya adalah hak-hak yang dimiliki oleh setiap manusia. Hak itu disebut asasi karena tanpa hak tersebut seseorang tidak dapat hidup sebagaimana layaknya manusia. Hakikat manusia tidak lain adalah makhluk ciptaan Tuhan yang dianugerahi penalaran. Inilah perbedaan esensial antara manusia dengan makhluk lainnya. Perlindungan terhadap HAM merupakan salah satu ciri dari negara hukum.HAM juga merupakan sarana perlindungan manusia terhadap kekuatan politik, sosial, ekonomis, kultural dan ideologis yang akan melindasnya kalau tidak dibendung.
Qanun yang mengatur soal hukum cambuk dan rajam itu dinilai melanggar hak asasi manusia dan tidak sesuai dengan semangat Konvensi PBB Anti-Penyiksaan yang dirativikasi pemerintah Indonesia tahun 1998 lalu. Sementara pakar hukum Universitas Syiah Kuala berpendapat bahwa Qanun Jinayat setara dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Qanun Jinayat yang diusulkan pemerintah Aceh disahkan parlemen pada Senin (14/9). Dalam Qanun yang disahkan secara aklamasi itu mengatur soal judi, zina, minuman beralkohol, homoseksual, lesbian, pemerkosaan, dan pedofilia. Para pelanggar pidana yang telah diatur dalam qanun ini diancam dengan hukuman cambuk berkisar antara 10 hingga 400 kali cambukan. Sementara khusus pelaku zina yang telah menikah akan dirajam dengan cara melempar batu hingga meninggal.
MENURUT HUKUM PIDANA:
HukumanMati
1. Pengertian hukuman mati
Hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan atau tanpa pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.
2. Dasar hukum pelaksanaan hukuman mati
Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membedakan dua macam pidana: pidana pokok dan pidana tambahan, yaitu:
a. Pidana pokok:
1) Hukuman mati
2) Hukuman penjara
3) Hukuman kurungan
4)Hukuman denda
b. Pidana tambahan:
1) Pencabutan beberapa hak yang tertentu
2) Perampasan barang yang tertentu
3) Pengumuman keputusan Hakim
Selainitu, ketentuan-ketentuan lain diluar KUHP yang juga memuat tentang hukuman mati ialah:
  1. UU No 22 tahun 1997 tentang narkotika
  2. UU No 5 tahun 1997 tentang psikotropika
  3. UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak korupsi
  4. UU No 36 tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia
3. Metode pelaksanaan hukuman mati.
Dalam sejarah, dikenal beberapa cara pelaksanaan hukuman mati, diantaranya adalah :
1.      Hukuman pancung: hukuman dengan cara potong kepala
2.      Sengatan listrik: hukuman dengan cara duduk di kursi yang kemudian dialiri listrik bertegangan tinggi
3.      Hukuman gantung: hukuman dengan cara digantung di tiang gantungan
4.      Suntik mati: hukuman dengan cara disuntik obat yang dapat membunuh
5.      Hukuman tembak: hukuman dengan cara menembak jantung seseorang, biasanya pada hukuman ini terpidana harus menutup mata untuk tidak melihat.
6.      Rajam: hukuman dengan cara dilempari batu hingga mati
7.      Oleh sebab itu negara berkewajiban untuk memenuhi rasa keadilan korban dan masyarakat dengan menerapkan hukuman yang setimpal atas perbuatan terpidana. Pasal 28I ayat (4) UUDNRI 1945 menegaskan bahwa perlindungan HAM merupakan tanggung jawab negara, khususnya pemerintah. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi hak asasi manusia tersebut adalah dengan memberikan hukuman yang berat (maksimal) bagi para pelanggar hak asasi manusia, salah satunya adalah hukuman mati.
          Kesimpulan
       Hukum positif negara Indonesia masih memuat tentang pemberlakuan hukuman mati.Hukuman mati secara substansial bertentangan dengan hak asasi manusia, sebaliknya terpidana mati juga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hak asasi manusia.Berdasarkan kejadian akhir-akhir ini, maka hukuman mati masih dapat diberlakukan di Indonesia, tetapi khusus diterapkan pada kejahatan-kejahatan atau pidana berat yang berhubungan dengan terorisme dan pengedaran narkoba secara terorganisasi serta korupsi. Sedangkan kejahatan-kejahatan lainnya cukup diterapkan hukuman penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara.
MENURUT ISLAM:

Hukuman Rajam dalam Pandangan HAM
Dalam menentukan posisi hukuman rajam dalam pandangan HAM, terlebih dahulu akan dijelaskan tentang hakikat rajam itu sendiri. Hukuman rajam dijatuhkan terhadap penzina yang sudah pernah menikah (muhsan), dengan cara dilempari batu sampai meninggal ketentuan hukuman rajam ini adalah berdasarkan ketetapan hadits Rasulullah SAW., tidak berdasarkan satu hadits saja tetapi terdapat banyak hadits, baik berupa hadits qauli (sabda/perkataan) maupun hadits fi’li (praktek).

Dalam hadits riwayat muslim dan yang lainnya dinyatakan bahwa “tatkala dia (Ma’iz) dirajam, lalu merasakan lemparan batu. Dia berkeluh kesah (kesakitan), lalu dia keluar dan berlari. Maka Abdullah bin Unais menyusulnya. Sedang sahabat-sahabatnya yang lain telah lelah. Kemudian Abdullah mengambil tulang betis unta, lalu melemparkannya, sehingga dia membunuhanya. Lalu dia mendatangi Rasulullah SAW., dan menceritakan kepada beliau. Maka beliau bersabda,tidakkah kamu membiarkannya, kemungkinan dia bertaubat, lalu Allah menerima taubatnya” (HR. Muslim).

Dari ayat al-Qur’an dan hadits tersebut dapat dipahami, bahwa hukuman rajam tidak sekejam yang dibayangkan dan yang dituduhkan oleh orang-orang non muslim (orientalis Barat) yang katanya bertentangan dengan HAM. Dari kedua nash tersebut dapat dipahami bahwa hukuman rajam itu tidak harus selesai dilaksanakan dalam keadaan-keadaan tertentu (si pelaku melarikan diri) umpamanya. Sabda Nabi di atas, sepertinya menampakkan kekesalan terhadap sahabatnya (Abdullah bin Unais) yang mengejar dan membunuh orang yang lari dari ekskusi rajam (Ma’iz).

Dalam hadits lain, Rasul SAW. bersabda “diangkat pena dari ummat ketidaksengajaan dan lupa, serta karena dipaksa” (HR. Baihaqi dan Ibn Majah dari Ibn Abbas). Yang maksudnya adalah tidak dibebani hukum dalam keadaan tiga hal tersebut. Zina umpamanya karena dipaksa oleh orang lain dengan ancaman, maka tidak dikenakan hukuman baginya, begitu juga dengan tindak kejahatan lainnya yang ada unsur paksaan dan ancaman dari pihak lain.

Dalam hadits lain “Hindarilah hudud dari kaum muslimin semampu kalian, jika ada jalan keluar, maka mudahkanlah jalannya. Sesungguhnya imam (pemimpin) yang salah dalam pengampunannya lebih baik daripada imam yang salah dalam menjatuhkan sanksi”. “Tinggalkan hudud karena (adanya) syubhat” (HR. Baihaqi).

Dalil-dalil hadits di atas, cukup kiranya menjadi tolak ukur bahwa hudud itu, termasuk hukuman rajam di dalamnya tidak mudah begitu saja untuk diberlakukan dan dijatuhkan kepada seseorang yang dianggap bersalah, tetapi melalui mekanisme yang cukup begitu ketat dan tidak serampangan. Sebagai telah diuraikan di pembahasan pembuktian, bahwa tujuan hukum pidana dalam syari’at Islam adalah sebagai pelajaran dan pencegahan, meskipun sebenarnya seseorang telah bersalah (melakukan perzinaan), tetapi tidak terpenuhinya bukti yang ditetapkan, maka cambuk atau rajam tetap tidak bisa dilaksanakan. Oleh karena itu segala sesuatu dilaksanakan atau tidak hukuman dalam Islam tergantung kepada alat bukti (proses pembuktian).

Dari beberapa bacaan yang ada, belum ditemukan hukuman yang pasti melanggar HAM atau tidak melanggar HAM, tetapi yang menjadi sorotan di sini adalah hukuman rajam (mati). Apakah hukuman mati tersebut melanggar HAM atau tidak, hal ini menjadi polimek antara satu pihak dengan pihak lain yang memiliki perspektif yang berbeda.

Perlindungan HAM ada dua versi, HAM dalam pandangan Islam dan HAM dalam pandangan Barat. HAM dalam Islam sudah ada jauh sebelum HAM yang ada di Barat lahir. HAM kedua versi tersebut sangat bertentangan, terutama dalam masalah hukum pidana. Hukum pidana dalam Islam (hudud) bersumber dari Tuhan yang di dalamnya bertujuan untuk melindungi HAM (Ahkamaul Khamsah: melindungi agama, jiwa, akal, harta, keturunan/kehormatan), yang menurut kacamata Barat bertentangan dengan HAM yang mereka anut. Sementara hukum pidana yang mereka anggap betul, belum tentu juga betul menurut pandangan Islam, seperti salah satu contoh penjara di Guantanamo yang sarat dengan pelanggaran atas HAM yang tidak punya dasar untuk menginjak-injak bahkan menghilangkan nyawa seseorang dengan disiksa terlebih dahulu.

Versi HAM menurut Barat yaitu hak-hak yang melekat pada manusia karena martabatnya, dan bukan karena pemberian dari nagara atau masyarakat. Dalam hak-hak tersebut terumus segi-segi kehidupan seseorang yang tidak boleh dilanggar karena ia seorang manusia. Perlindungan terhadap HAM merupakan salah satu ciri dari Negara hukum. Mereka yang menaruh kepedulian atas hak-hak asasi manusia berpandangan bahwa kewenangan mencabut hak untuk hidup dapat digolongkan sebagai pelanggaran hak-hak asasi manusia yang berat. (gross violation of human right) karena merenggut salah satu hak yang tidak boleh ditangguhkan pemenuhannya.

KESIMPULANNYA:
Rajam penhapus dosa ,rajam tidak dapat dilakukan jika ada syubhah.
Perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan keyakinan dan agama dan sulit untuk diselaraskan. Akan tetapi selaku muslim dapat diukur mana yang lebih kuat posisi produk Tuhan atau manusia, ini juga tidak terlepas dari keyakinan agama yang dianut, tetapi hal ini dapat menjadi renungan bagi manusia yang beragama Islam.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan