Sabtu, 16 Mac 2013

JADUAL SEM GENAP


...SEM GENAP …2013

HARI
JAM 1
JAM 2
JAM 3

JAM 4
JAM 5
1
SENIN
POLITIK HUKUM

(RUANG 9)
PAK HUSNUL & ARA

ILMU FALAK 2

(RUANG 3)
PAK KALAM

R

KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI)
(RUANG 2)
PAK SHAHRIZAL
2
SELASA
HUKUM PERLINDUNGAN ANAK & PEREMPUAN
(RUANG 1)
Start 7.30
PAK HAMID SARONG
HUKUM KELUARGA ISLAM

(RUANG 19)



E


3
RABU
FIQH MAWARIS 2

(RUANG 12)

PAK DEDY SUMARDI
HAK-HAK DALAM KELUARGA
(RUANG 19)

PAK AGUSTIN

H

PSIKOLOGI KELUARGA
(RUANG 2)
Start 3.30 -5.00
IBU HAYYUN
4
KAMIS

FIQH WANITA
(RUANG 19)
PAK EDI DHARWAMAWIJAYA

A


5
JUM’AT



T
HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
(RUANG 1)
PAK H.OSIN MOH

6
SABTU
KEPENGHULUAN
(RUANG 17)
PAK H.AKHYAR

ILMU FALAK 1
(RUANG 16)
PAK AL-FIRDAUS





jadual sem pendek



HARI
JAM I
JAM II
JAM III
JAM IV
JAM V
1
SENIN
METODOGI PENELITIAN HUKUM

 (RUANG 9)
FILSAFAT UMUM


 (RUANG 9)
HUKUM ADAT

 
(RUANG 9)
HUKUM PIDANA


(RUANG11)

2
SELASA
FILSAFAT   UMUM


 (RUANG 10)
METODOLOGI PENELITIAN HUKUM

(RUANG 10)
HUKUM ADAT


(RUANG 10)
HUKUM PIDANA


(RUANG 11)

3
RABU
HUKUM  PIDANA

 (RUANG 11)
FILSAFAT UMUM

(RUANG 9)
METODOLOGI PENELITIAN HUKUM
(RUANG 9)
HUKUM ADAT

(RUANG 9)

4
KAMIS
HUKUM ADAT


(RUANG 10)
HUKUM  PIDANA


(RUANG 11)
METODOLOGI PENELITIAN HUKUM

(RUANG 10)
FILSAFAT UMUM 


(RUANG 10)

5
JUM’AT
HUKUM  PIDANA

(RUANG 11)
METODOLOGI PENELITIAN HUKUM
(RUANG 9)

HUKUM ADAT

(RUANG 9)
FILSAFAT UMUM

(RUANG 9)

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii           
BAB I : PENDAHULUAN .................................................................................................  3
           A. Latar Belakang ................................................................................................  3
           B. Rumusan Masalah............................................................................................. 6
BAB II : PEMBAHASAN................................................................................................... 7
           A.Pengertian Hukum Waris Adat......................................................................... 7
 B.Asal Usul Nama Terengganu Dan Hukum Adat Pengaruh Agama…………….. 11
           C Bagaimana Cara Pembagian Dan Syarat Ditetapkan                                       13
           D. Apakah Sanksi  Pelanggaran  Harta Warisan................................................. 21
                    1. pelanggaran menurut hukum adat........................................................... 21
BAB III : PENUTUP........................................................................................................... 22
                 KESIMPULAN................................................................................................ 22
                 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 23








KATA PENGANTAR

                   Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menurunkan  Al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi setiap umat yang ingin mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupannya, di dunia maupun di akhirat nanti.
Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita Muhammad SAW, yang telah menyampaikan dan menyebarkan pesan-pesan Allah SWT kepada umatnya..
Penyusun menyampaikan ribuan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Dosen HUKUM ADAT yang telah  memberikan kesempatan kepada kami untuk membuat makalah ini. Demikian juga rasa terima kasih saya kepada semua pihak yang mendorong dan membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Penyusun yakin, bahwa isi makalah ini masih banyak kekurangannya. Karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran, khususnya dari para pendidik dan umumnya dari semua pembaca, sehingga isi makalah ini lebih sempurna.
Akhirnya, kepada Allah jualah semuanya dikembalikan, dengan iringan do’a mudah-mudahan pembuatan makalah ini dapat memberikan pemahaman kepada kita tentang bagaimana sesungguhnya memahami HUKUM ADAT ini.

22 Januari 2012,
Penulis,

NUR ANISAH BINTI NORDIN


BAB I
PENDAHULUAN
A.        LATAR BELAKANG
Memahami Hukum Adat dimulai dari pengetian dan istilah hukum adat itu sendiri, menurut Para Sarjana Indonesia (doktinal) hukum adat ialah sistem hukum dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara asia seperti Malaysia , Indonesia dan Thailand
Sumbernya adalah peraturan-peraturan yang tidak tertulis, yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan keadaan hukum masyarakat.
Sedangkan menurut Soejono Soekanto, hukum adat hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, namun kebiasaan yang mempunyai akhibat hukum (das sein das sollen).[1] Berbeda dengan kebiasaan (dalam arti biasa), kebiasaan yang merupakan penerapan dari hukum adat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang sama menuju kepada Rechtsvaardige Ordening Der Semenleving.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat adalah aturan (perbuatan dsb) yg lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; cara (kelakuan dsb) yg sudah menjadi kebiasaan; wujud gagasan kebudayaan yg terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan yg satu dng lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Karena istilah Adat yang telah diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi kebiasaan maka istilah hukum adat dapat disamakan dengan hukum kebiasaan.
Hukum waris adat menurut soepomo merupakan peraturan yang memuat pengaturan mengenai proses penerusan serta pengoperan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak termasuk harta benda dari suatu angkatan manusia kepada turunannya.
Hukum waris adat menurut Ter Haar merupakan peraturan yang meliputi peraturan hukum yagn bersangkutan dengan proses yang sangat mengesankan serta yang akan selalu berjalan tentang penerusan dan pengoperan kekayaan materil dan immateril dari satu generasi kepada turunannya.[2]
   Di Terengganu amat dipengaruhi dengan hukum islam , maka hukum adat waris di Terengganu didasarkan dengan agama islam bagi orang islam .Dengan itu bermakna Agama Islam telah bertapak di Terengganu sebelum tahun 1303. Perkembagan Islam di Terengganu sebelum tahun tersebut membolehkan penulis Batu Bersurat menulis jawi dan golongan tertentu di Terengganu boleh membaca jawi. Satu perkara yang menarik di sini, Terengganu adalah negeri terawal di Malaysia mengkanunkan undang-undang Islam[3].
Dalam islam ada menyembut tentang hukum waris yang didasarkan dengan sumber Al-Quran dan hadis nabi S.A.W:
Firman Allah subhanallahu wata’ala dalam surah an-nisaa’ ayat 2:
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
Hadis Rasulullah S.A.W dengan sabdanya:
Barangsiapa diberi Allah harta dan tidak menunaikan zakatnya kelak pada hari kiamat dia akan dibayang-bayangi dengan seekor ular bermata satu di tengah dan punya dua lidah yang melilitnya. Ular itu mencengkeram kedua rahangnya seraya berkata, "Aku hartamu, aku pusaka simpananmu." Kemudian nabi Saw membaca firman Allah surat Ali Imran ayat 180: "Dan janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah
berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi." (HR. Bukhari)[4]
Menurut Snouck Hurgroje membatah pandangan L.W.C. van den Berg dan ahli-ahli hukum sebelumnya yang menganut teori reception in complex. Snouck Hurgronje mengemukakan jalan pikiran baru mengenai pemberlakuan hukum bagi masyarakat pribumi. Pandangan mengenai hal ini dikenal dengan teori receptive. Inti dari teori receptie menyatakan bahwa hukum yang berlaku bagi orang Islam adalah hukum adat mereka masing-masing. Hukum Islam memiliki nilai keberlakuan apabila telah diterima (direseptie) oleh hukum adat. Jadi, hukum adatlah yang menjadi penentu berlaku tidaknya hukum Islam dalam masyarakat.
Sajutti Thalib menyebutkan, bahwa pada mulanya tidak terdapat satu rumusan yang jelas mengenai teori receptie di kalangan ahli hukum Belanda. Namun, dalam kenyataannya para penganut aliran teori ini berpandangan bahwa sebenarnya yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat asli. Dalam hukum adat ini memang pengaruh hukum islam dalam jumlah yang terbatas. Pengaruh hukum islam baru menunjukkan eksistensi dan memiliki nilai keberlakuan bila telah diterima oleh hukum adat, sehingga yang lahir dan dikenal adalah hukum adat bukan dan bukan hukum islam.[5]
Menurut penulis, di Marang, Terengganu, bagi adat harta warisan telah ditetapkan secara turun temurun, sesuai dengan zaman modern ini, perkembangan hukum adat didasarkan dengan perkembangan sesuatu tempat masyarakat  itu dan ada pengaruh budaya yang ditambah dalam masyarakat , ada setengahnya bertentangan dengan hukum islam.
Hakikatnya harta warisan di Terengganu sering terkait dengan hukum adat kerana ini adalah turun temurun dari nenek moyang terdahulu lagi, harta warisan dibagikan oleh ayah, ibu , nenek dan kakek sebagai harta yang harus dijaga dan dikekalkan keberadaannya agar tidak pupus agar anak cicit kita mampu merasainya.
Harta warisan di Terengganu ini tidak boleh dijual kepada orang lain seperti barang material misalnya sawah,tanah dan emas , sedangkan barang bukan brernilai (in material) tidak mengapa kerana ini tidak menhapuskan harta yang diberikan. Di Marang, Terengganu mengenakan sanksi tidak akan dibantu jika  terjadi sesuatu kepadanya oleh kaum kerabatnya. Selalunya harta warisan di Terengganu didasarkan dengan agama islam juga sama dengan pembagiannya.


B.       RUMUSAN MASALAH
1.      Pengertian Hukum Waris Adat?
2.      Asal Usul Nama Terengganu Dan Hukum Adat Pengaruh Agama?
3.       Bagaimana Cara Pembagian Dan Syarat Ditetapkan?
4.      Apakah Sanksi Pelanggaran  Harta Warisan
1.pelanggaran menurut hukum adat?















BAB II
PEMBAHASAN

A.                 PENGERTIAN
 Pengantar hukum waris adat
            Secara sederhana hukum waris adat merupakan tata cara pengalihan atau penerusan warisan menurut hukum adat yang berlaku. Hal ini sebagai konsekuensi atas berlakunya dan masih terpeliharanya hukum adat di beberapa daerah di Indonesia sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Hukum waris adat pada dasarnya merupakan hukum kewarisan yang bersendikan prinsip-prinsip komunal atau kebersamaan sebagai bagian dari kepribadian bangsa Indonesia. Prinsip kebersamaan dalam hukum waris adat membuat hukum waris adat tidak mengenal bagian-bagian tertentu untuk para ahli waris dalam sistem pembagiannya.

Pengertian Hukum Waris Adat menurut Indonesia
Terdapat beberapa pengertian mengenai hukum waris adat menurut para ahli, sebagai berikut:
Hukum waris adat menurut soepomo merupakan peraturan yang memuat pengaturan mengenai proses penerusan serta pengoperan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak termasuk harta benda dari suatu angkatan manusia kepada turunannya.
Hukum waris adat menurut Ter Haar merupakan peraturan yang meliputi peraturan hukum yagn bersangkutan dengan proses yang sangat mengesankan serta yang akan selalu berjalan tentang penerusan dan pengoperan kekayaan materil dan immateril dari satu generasi kepada turunannya.[6]

Pengertian mengenai hukum waris adat tersebut diatas mengantarkan kita pada kesimpulan bahwa hukum waris adat adalah suatu proses mengenai pengalihan dan penerusan harta kekayaan baik yang bersifat materil maupun immateril dimana pengalihan dan penerusan harta kekayaan tersebut dilakukan oleh suatu generasi kepada generasi berikutnya.

Istilah dalam Hukum Waris Adat
Dalam hukum waris adat dikenal beberapa istilah, antara lain:
·                     Warisan dalam hukum waris adat merujuk pada harta kekayaan dari pewaris yang wafat baik harta kekayaan yang telah dibagi maupun harta kekayaan yang belum dibagi;
·                     Peninggalan dalam hukum waris adat merujuk pada harta warisan yang belum bisa dibagi atau belum terbagi-bagi disebabkan salah seorang pewaris masih hidup;
·                     Pusaka dalam hukum waris adat dibagi atas dua kategori, yakni harta pusaka tinggi yakni harta peninggalan dari zaman leluhur yang sifatnya tidak dapat dibagi serta tidak pantas pula untuk dibagi-bagi dan harta pusaka rendah, yakni harta pusaka yang diwariskan dari beberapa generasi sebelumnya;
·                     Harta perkawinan dalam hukum waris adat merujuk pada harta yang telah diperoleh oleh seorang pewaris selama pewaris menjalani perkawinan;
·                     Harta pemberian dalam hukum waris adat merujuk pada harta yang diberikan oleh seseorang kepada pasangan suami istri yang melangsungkan perkawinan;[7]

Sistem Pewarisan dalam Hukum Waris Adat
Dalam hukum waris adat dikenal beberapa sistem pewarisan sebagai berikut:
·                     Sistem pewarisan individual yakni sistem pewarisan dimana harta warisan atau yang ditinggalkan dapat dibagikan dan dimiliki secara individual diantara para ahli waris;
·                     Sistem pewarisan kolektif yakni sistem pewarisan dimana harta warisan atau harta yang ditinggalkan oleh pewaris hanya diwarisi oleh sekelompok ahli waris yang merupakan persekutuan hak karena harta tersebut dianggap sebagai pusaka yang tidak dapat dibagi kepada para ahli waris untuk dimiliki secara individual;
·                     Sistem pewarisan mayorat yakni sistem pewarisan dimana harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris menjadi hak tunggal mayorat. Mayorat adalah ahli waris tunggal. Terdapat dua macam mayorat, yakni mayorat laki-laki dan mayorat perempuan yang dibeberapa daerah di Indonesia berbeda penerapannya. Mayorat laki-laki berlaku di beberapa daerah seperti di Bali dan Batak, sedangkan Mayorat perempuan dapat dijumpai berlaku di daerah sumatera selatan, Tanah semendo dan kalimantan barat serta suku dayak.[8]
Ilmu waris adalah ilmu yang membahas tentang cara pembagian yang telah ditentukan dalam al-Qur’an/ Al- Hadits.
Ilmu waris disebut juga faraidl, jama’ dari faridlah artinya bagian tertentu. Jadi menurut istilah ilmu yang membahas bagian-bagian tertentu dalam membagi harta pusaka :

Surat Al-Nisa ayat 11 :

·         Artinya : “Allah mensyariatkan kepadamu tentang (pembagian harta pusaka) untuk anak-anakku yaitu : bagian seorang anak laki-laki sama dnegan bagian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua orang, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separoh harta dan untuk dua orang ibu bapak masing-masing mendapat seperenam dari harta yang ditinggalkan jika yang meninggal itu mempunyai anak, jika yang meninggal itu tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya (saja) maka ibunya mendapat sepertiga, jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. Setelah dipenuhi wasiat. Dibayarkan hutangnya orang tuanya dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana.

Sebab- sebab mendapat warisan:
a. Hubungan keturunan
b. Hubungan perkawinan
c. Hubungan kemerdekaan budak
d. Hubungan agama

Hikmah pembagian harta waris:
- Terpelihara hubungan silaturahmi
- Keluarga laki-laki lebih besar bagiannya dair keluarga perempuan
- Menjunjung tinggi perintah Allah dan Rasulnya
- Mewujudkan keadilan berdasarkan syariat Islam[9]
Menurut di Terengganu hukum waris saling timbAl balik dengan hukum adat, kerana pengaruh dari hukum islam yang dibawa oleh nenek moyang lagi sangat kuat, walaupun hukum adat di terengganu semakin hari semakin terhapus, tapi di Marang masih mengamalkan tapi tidak banyak.






B.                 ASAL USUL NAMA TERENGGANU DAN HUKUM ADAT PENGARUH AGAMA?

Asal Usul Nama Terengganu
            Ada beberapa cerita yang dikaitkan dengan negeri Terengganu. Nama Terengganu itu dikaitkan dengan "Terangnya ganu", "Taring anu" dan "Terengan nu". Kisah asal nama Terengganu ini melibatkan penduduk luar Terengganu iaitu penduduk Kelantan dan Pahang. "Terengnya ganu" ini dikaitkan pula dengan peristiwa beberapa orang pelayar Kelantan tiba di Kuala yang kini dipanggil Kuala Terengganu melihat pelangi dilangit. Mereka pun menyatakan "Teren sungguh ganu di sini". Apabila pulang ke Kelantan mereka menyatakan di negeri jiran sungguh "terang ganunya".
            Sementara itu "Taring anu" dikatakan berasal daripada cerita yang dikisahkan oleh Sultan Terengganu yang kesembilan, Baginda Omar (1839 - 1876). Sebelum wujud nama negeri Terengganu, satu rombongan Pahang datang memburu di kawasan hulu. Apabila mereka tiba di satu tempat ( kini dikenali dengan Sungai Terengganu Mati ), salah seorang daripada rombongan itu terjumpa sebatang taring. Beliau pun bertanya kepada temannya, taring apa? Salah seorang daripadanya menyatakan "taring anu" kerana dia tidak dapat mengingatkan nama taring tersebut. Tidak lama kemudian, diantara mereka dapat memburu seekor rusa. Apabila dibawa pulang ke tempat mereka berkhemah, salah seorang daripada mereka bertanya tempat rusa itu diburu. Mereka yang berkenaan menyatakan berburu di "Taring anu". Begitu juga apabila membawa pulang kayu gaharu dan ditanya tempatnya, mereka menyatakan di "Taring anu". Lama kelamaan dikenali dengan Terengganu.[10]



Sebuah kisah lagi berkait dengan salah sebuah sungai yang bernama Sungai Terengan. Dipercayai pada zaman silam sudah ada penduduk di sini. Mereka mondar menggunakan kedua-dua sungai ini. Jika mereka bertolak dari Kuala Terengan, mereka akan menggunakan sama ada Sungai Terengan atau Sungai Kerbat. Jika ada di antara mereka bertanya hendak ke mana, mereka akan jawab sama apakah "Terengan ni" atau "Terengan nu". Dengan itu lama kelamaan muncul lah Terengganu.
Kedatangan Islam
Setakat ini tidak dapat dipastikan tanggal atau tahun dari mana kedatangan Islam ke Terengganu. Namun begitu pada Prasasti Bersurat Terengganu tercatat tahun Hijrah 702, bersamaan 1303. Tahun ini disetujui sejauh ini tercatat di Prasasti Bersurat dan bukan berarti Islam bermula di Terengganu pada tahun tersebut.

            Dengan itu berarti Agama Islam telah ditetapkan di Terengganu sebelum tahun 1303. Perkembagan Islam di Terengganu sebelum tahun tersebut memungkinkan penulis Prasasti Bersurat menulis jawi dan golongan tertentu di Terengganu bisa membaca jawi. Satu hal yang menarik di sini, Terengganu adalah negeri pertama di Malaysia mengkanunkan undang-undang Islam.
            Dalam pada itu terdapat bukti pada kurun ke-16, Sharif Muhammad Al-Baghdadi sudah berada di Kuala Berang. Kehadiran beliau ini sudah pasti ada kaitan dengan Agama Islam dan perdagangan. Beliau meninggal dunia di Batu Belah, Kuala Berang. Keturunan beliau, Abdul Malik bin Abdullah ( disebut sebagai Tuk Pulau Manis ) melanjutkan kegiatan keagamaan di Terengganu. Setelah kira-kira 10 tahun menuntut di Mekah dan Madinah,[11] disekitar tahun 1690 Abdul Malik pulang ke Terengganu dan mengajar ilmu agama di Kuala Berang.
                Hemat penulis hukum adat hampir sama dengan hukum islam dalam harta warisan, hanya ditambah pensyaratan yang tertentu yang  untuk menjaga harta itu untuk dirasakan oleh anak cicit mereka. [12]

C.                 BAGAIMANA CARA PEMBAGIAN DAN SYARAT DITETAPKAN ?

Oleh kerana harta warisan di Terengganu hampir sama dengan harta warisan hukum islam, penulis cuba sampaikan berdasarkan hukum islam.
Penggolongan ahli waris dalam hukum Islam dapat dibedakan
menurut beberapa sistem hukum kewarisan, yaitu ;
1) Ahli Waris menurut Sistem Kewarisan Patrilineal
Pokok-pokok pikiran dalam kewarisan patrilinial Syafe’i sebagaimana yang dikemukakan Sajuti Thalib yaitu :
a) Selalu memberikan kedudukan yang lebih baik dalam perolehan
harta peninggalan kepada pihak laki-laki. Dalam hubungan ini
termasuk perbandingtan antara ibu dan bapak atas harta
peninggalan anaknya.
b) Urutan keutamaan berdasarkan ushbah dan laki-laki. Ushbah ialah
anggota keluarga yang mempunyai hubungan darah sesamanya
berdasarkan hubungan garis keturunan laki-laki atau patrilinial.
c) Istilah-istilah khusus mengenai kewarisan dalam Al-Qur’an mungkin
disamakan dengan istilah biasa dalam bahasa sehari-hari atau
istilah hukum adat dalam masyarakat Arab, bahkan istilah-istilah hukum Adat dalam Al-Qur’an sendiri.[13]





PEMBAHAGIAN HARTA PUSAKA DALAM ISLAM
Apakah yang perlu dilakukan terhadap harta seorang yang beragama Islam apabila ia meninggal dunia?
Bila seorang yang beragama Islam meninggal dunia, hal-hal yang perlu dilakukan berdasarkan prioritas adalah  :
  1. membayar segala pengurusan pemakaman si mati dan biaya-biaya yang berkaitan dengannya;
  2. membayar hutang-hutang yang masih dimiliki oleh si mati (kecuali jika si kreditor telah menghalalkan utang itu);
  3. implementasi wasiat yang telah dibuat oleh si mati (jika ada);
  4. pembagian harta pusaka si mati kepada ahli warisnya yang berhak menurut hukum  Islam.
Apakah kebebasan seorang Muslim di dalam membuat wasiat ke atas hartanya?
Kebebasan seorang Muslim membuat wasiat terbatas pada satu pertiga (1/3) dari hartanya untuk penerima wasiat yang tidak terdaftar sebagai ahli waris yang berhak mewarisi harta pusaka. Ini berarti sebanyak  sepertiga (1/3) sahaja daripada harta si mati yang akan dibagi sesuai kehendak wasiat.
Apakah efek  wasiat si mati jika ia bertentangan dengan batas-batas yang telah ditetapkan?
Wasiat si mati akan terbatal melainkan mendapat persetujuan dari seluruh ahli waris si mati yang  mewarisi harta pusaka. Sekiranya wasiat itu diteruskan pihak yang tidak puas  bisa membawa kasus ini ke Pengadilan Syariah.
Apakah yang terjadi pada dua pertiga (2/3) dari harta si mati yang tidak bisa diwasiatkan?
Dua pertiga (2/3) dari harta si mati yang tidak bisa diwasiatkan akan menjadi harta pusaka pewaris (si mati) untuk dibagi kepada ahli warisnya yang berhak menurut sistem pembagian harta pusaka Islam (faraid).[14]
Bagaimana pembagian harta si mati jika ia meninggal dunia tanpa meninggalkan wasiat?
Jika seorang Muslim meninggal tanpa wasiat, maka keseluruhan harta si mati menjadi harta pusaka yang akan dibagi kepada ahli warisnya yang berhak menurut hukum Islam (faraid).
Apakah yang terjadi pada harta pusaka si mati jika ia tidak memiliki ahli waris yang berhak mewarisi harta pusaka?
Jika seorang Muslim meninggal  tanpa meninggalkan ahli waris, maka harta si mati itu akan disalurkan ke Baitulmal sebagai warisan bagi kaum muslimin secara umum.[15]
Apakah yang terjadi jika masih ada bakian harta pusaka setelah pembagian dilaksanakan kepada ahli waris yang berhak?
Bakian harta pusaka yang tidak diwarisi oleh ahli waris (setelah dibagi menurut sistem faraid) akan diserahkan ke Baitulmal yang bertindak sebagai pemegang amanah kepada umat Islam secara menyeluruh.
Siapakah ahli waris si mati yang mewarisi harta pusaka?
Ahli waris si mati yang mewarisi harta pusaka terdiri daripada dua kelompok utama yaitu:
  1. Ashab al-furud: Ahli waris yang berhak mewarisi bahagian harta pusaka yang telah ditetapkan di dalam faraid Islam. Mereka terdiri daripada tiga kategori:
    1. Ahli waris utama yang berhak menerima bahagian harta pusaka yang telah ditetapkan betapapun juga kondisi dan tidak akan terdinding oleh ahli waris yang lain. Mereka adalah-
      • Suami
      • Istri
      • Bapa kandung
      • Ibu kandung
      • Anak perempuan
    2. Ahli waris kedua yang berhak menerima bagian harta pusaka yang telah ditetapkan jika tidak pendindingan yang mencegah mereka daripada mewarisi harta pusaka. Mereka adalah-
      • Saudara perempuan seibu dan sebapa dengan si mati
      • Saudara perempuan sebapa dengan si mati
      • Saudara perempuan seibu dengan si mati
      • Saudara lelaki seibu dengan si mati

    1. Ahli waris pengganti yang berhak menerima bagian harta pusaka yang telah ditetapkan apabila ahli waris utama telah meninggal sebelum si mati. Mereka adalah-
      • Datuk pria
      • Nenek
      • Cucu perempuan daripada anak lelaki
  1. Asobah: Ahli waris yang berhak mewarisi bakian harta pusaka si mati (residue). Dengan demikian, bagian pewarisan harta pusaka tidak ditetapkan untuk mereka. Asobah terdiri daripada tiga kelompok:
                                i.            Asabah bi nafsihi: Mereka terdiri daripada tiga kategori mengikut tertib dan priority
JADWAL PEMBAGIAN HARTA PUSAKA  ATAS ASHAB AL-FURUD
No
Nama Waris
Bagian
Keterangan untuk ahli waris yang berhak
1
Suami
½
- Jika si mati (istri) tidak meninggalkan  anak atau cucu


¼
-Jika si mati (istri) meninggalkan suami dan anak atau cucu[16]
2
Istri
¼
-Jika si mati (suami) tidak meninggalkan anak atau cucu


1/8
-Jika si mati (suami) meninggalkan istri dan anak atau cucu daripada anak lelaki
3
Bapa
1/6
-Jika si mati meninggalkan ayah, anak atau cucu lelaki.


1/6+ Asobah (asobah bi nafsihi)
-Jika si mati meninggalkan ayah, anak atau cucu perempuan daripada anak lelaki. *Bapa akan mendapat bagi 1/6 dan setelah harta dibagikan,bapak akan mendapat bakian yang tinggal (jika ada)


Asobah (asobah bi nafsihi)
-Jika si mati meninggalkan istri/suami, ibu dan bapak saja.
4
Ibu
1/6
-Jika si mati meninggalkan ibu ,bapa, anak atau cucu daripada anak lelaki


1/6
-Jika si mati meninggalkan ibu dan lebih daripada dua orang saudara lelaki dan perempuan (seibu sebapa/sebapa/seibu)


1/3
-Jika si mati tidak memiliki anak atau cucu daripada anak lelaki atau lebih daripada dua orang saudara lelaki dan perempuan (seibu sebapa/sebapa/seibu)


1/3 dari sisa pusaka (setelah ditolak bagian istri dan kakek jika ada)
-Jika si mati meninggalkan istri dan ibu sahaja, atau-Jika si mati (suami) meninggalkan istri, ibu dan bapak.*Tetapi, jika ayah telah tiada dan terdapat kakek bersama dengan istri atau suami si mati, ibu hanya mendapat 1/3 dari  harta pusaka.*Datuk si mati mendapat bakian harta yang tinggal.[17]


1/3 dari si harta pusaka (setelah ditolak bahagian suami dan ayah)
-Jika si mati (istri) hanya meninggalkan bapak ,ibu dan suami.
5
Anak perempuan
½
-Jika ia seorang (tiada waris lain)


2/3
-Jika lebih dari 2 (tiada waris lain) * kadar 2/3 akan dibagi sesama mereka.


Asobah (asobah bi ghairihi)
-Jika si mati meninggalkan  anak perempuan dan pria.*Anak lelaki mendapat 2 bahagian  dan anak perempuan mendapat 1 bahagian dari bakian harta pusaka. *Bagian setiap orang anak perempuan bersaman dengan ½ bagian setiap anak lelaki.
6
Datuk ( sebelah bapa)
1/6
- Jika si mati meninggalkan datuk, anak atau cucu daripada anak lelaki.


1/6+ Asobah (asobah bi nafsihi)
-Jika si mati meninggalkan kakek, anak perempuan atau cucu perempuan dari anak lelaki dan tiada anak atau cucu lelaki


Asobah (asobah bi nafsihi)
-Jika si mati meninggalkan kakek seorang atau -setelah ahli waris yang terdekat  menerima penilian bagian masing-masing.*Datuk mendapat bakian harta pusaka.


Terdinding
-Dengan tua si mati*Datuk tidak mendapat apa-apa. [18]
7
Nenek
1/6
-Jika si mati meninggalkan nenek seorang (sebelah bapa atau ibu) *Jika banyak nenek, nilai 1/6 akan dibagikan sesama mereka.


Terdinding
-Dengan ibu si mati (apakah nenek sebelah ibu atau sebelah bapak).-Bagi nenek sebelah bapa terdinding dengan bapak si mati tetapi nenek sebelah ibu tidak terdinding dengan bapak*Nenek tidak mendapat apa-apa.
8
Cucu perempuan (dari anak lelaki)
½
-Jika ia seorang saja (tiada waris lain)


2/3

-Jika lebih dari 2 orang *(tiada waris lain seperti anak lelaki,anak perempuan atau cucu lelaki dari anak lelaki)


Asobah (asobah bi ghairihi)
-Jika si mati meninggalkan cucu perempuan cucu dan cucu lelaki.*Cucu lelaki mendapat 2 bagian  dan cucu perempuan mendapat 1 bagian daripada bakian harta pusaka. *Bagian setiap orang cucu perempuan bersaman dengan ½ bagian setiap cucu lelaki.


1/6
-Jika si mati meninggalkan seorang anak perempuan dan cucu perempuan daripada anak lelaki.*Anak perempuan mendapat ½ dan cucu perempuan mendapat 1/6. *Tetapi jika ada cucu lelaki, cucu perempuan menjadi asobah.


Terdinding
-Dengan 2 orang anak perempuan si mati.atau- Dengan anak lelaki si mati. [19]
9
Saudara perempuan dan lelaki (seibu)
1/6
- Jika ia seorang (tiada waris lain)


1/3
- Jika lebih daripada 2 orang (tiada waris lain)


Terdinding
-Dengan anak atau cucu dari anak lelaki si mati atau,-Dengan bapa atau,-Dengan tua
10
Saudara perempuan (seibu dan sebapa)
½
-Jika ia seorang (tiada waris lain)


2/3
-Jika lebih daripada 2 orang (tiada waris lain)


Asobah (asobah bi ghairihi)
- Jika si mati meninggalkan saudara perempuan dan lelaki (seibu dan sebapa).


Asobah (asobah ma a ghairihi)
-Jika si mati meninggalkan saudara perempuan (seibu dan sebapa) dan anak perempuan atau cucu perempuan daripada anak lelaki.


Terdinding
-Dengan anak lelaki atau cucu lelaki dari anak lelaki si mati, atau-Dengan tua atau -Dengan datuk
11
Saudara perempuan (sebapa)
½
-Jika ia seorang (tiada waris lain)


2/3
-Jika lebih daripada 2 orang (tiada waris lain)


1/6
-Jika si mati meninggalkan saudara perempuan (sebapa) dan seorang saudara perempuan (seibu dan sebapa),


Asobah (asobah bi ghairihi)
- Jika si mati meninggalkan saudara perempuan dan saudara lelaki (sebapa).


Asobah (asobah ma a ghairihi)
-Jika si mati meninggalkan saudara perempuan (sebapa) dan anak perempuan atau cucu perempuan daripada anak lelaki.[20]


Terdinding
-Dengan anak lelaki atau-Dengan cucu lelaki dari anak lelaki  atau-Dengan tua atau-Dengan 2 orang saudara perempuan seibu dan sebapa  si mati.,atau-Dengan saudara perempuan seibu dan sebapa si mati atau-Dengan saudara lelaki seibu dan sebapa si mati.[21]
Ketentuan sebelum dibagikan harta:
Dengan ini sebelum harta ini dibagi untuk para ahli waris diambil terlebih dahulu sebagaian untuk:
a.       Biaya perawatan jenazah (termasuk pengobatan saat sakit)
b.      Pembayaran utang si mayat (jika ada)
c.       Pelakasanaan wasiat (jika ada)
Jika seorang meninggal dunia dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya dan saudaranya yang laki- laki mempusakai seluruh harta saudara perempuan. Jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara- saudara perempuan dan laki- laki, maka bagian seorang saudara laki- laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan satu bagian.
Harta akan diblokir jika :
a.       Seorang itu seorang pembunuh atau perkelakuan jelek/ durhaka.
b.      Seorang itu keluar dari agama islam (murtad).
c.       Ini ada dalam hukum islam jika dia seorang hamba..






D. APAKAH SANKSI  PELANGGARAN  HARTA WARISAN
pelanggaran menurut hukum adat
Setelah kematian si pewaris, anak yang tua dari jalur ayah itu yang menangani harta warisan tersebut berdasarkan dengan hukum islam, selepas itu harta warisan diberikan oleh pengolahan harta bagi membagikan kepada si waris itu.
Untuk harta (material) yang di wariskan di Marang, Terengganu tidak bisa dijual, bagi masyarakat Marang untuk siapa yang kesempitan boleh dijual atau gadai tetapi kepada anggota keluarganya sendiri. Alasan dari jual kepada anggota keluarga kerana tidak mau harta ini jatuh ke orang lain bukan dari keturunannya dan kerana hendak mendapatkannya .
Sanksi yang dikenakan bagi yang melanggar hukum adat tersebut seperti menjual harta warisan kepada selain dari keluarganya tidak akan dibantu jika menhadapi kesulitan, jika ada acara yang diadakannnya juga tidak dihadiri oleh kerabatnya, ini sebagai balasan atau sanksi kerana menjual harta warisan selain dari itu dipinggirkan oleh kerabatnya.  












BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN:
Seperti kata pepatah:
                             “Biar mati emak , jangan mati adat.”
Kata ini sering dikatakan oleh orang tua, mereka amat menyanjung dan menhormati adat, sampai kata pepatah yang dibawa oleh nenek moyang sangat tajam atau menusuk kalbu, pepatah ini membawa seribu arti.
Hukum adat di Terengganu boleh disimpulkan hampir sama dengan hukum islam, hikmahnya agar dilindungi harta warisan itu , menjaga hubungan silaturahmi agar saling membantu, keluarga laki-laki lebih besar bagiannya dari keluarga perempuan kerana merekalah yang akan menjaga jika sesuatu terjadi kepada pewaris, selain itu menjunjung tinggi perintah Allah dan Rasulnya yang menganjurkan membagi harta warisan secara adil dan jujur, dan mewujudkan keadilan berdasarkan syariat Islam.
Tetapi di Terengganu harta untuk anak yang tidak cukup umur dijaga oleh pengolahan harta dikenal Amanah Raya sampai umur 18 tahun. Penulis mencuba menulis melalui empiris penulis sendiri. Moga ini dapat dapat dikatakan hukum adat. Penulis akhiri dengan ucapan terima kasih kepada semua yang membantu terutamanya dosen Hukum Adat yaitu Sitti Mawar S.Ag MH. 








DAFTAR PUSTAKA
1.      Al-Quran
2.      Soerjo W, 1984 Pengantar Asas-asas Hukum adat P.T. Gunung Agung.
5.      Sumber: 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad) - Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press
6.      Dr. Syahrizal, Hukum Adat Dan Hukum Islam Di Indonesia, (Aceh:Nanggore Darussalam ,2004), hlm 169.
8.      Sajuti Thalib, Op.Cit. hal 105



[1] Wikipedia, Hukum Adat, 2 November 2012, Diakses pada tanggal 24 Pebruari 2013 dari situs :Soerjo W, 1984 Pengantar Asas-asas Hukum adat P.T. Gunung Agung.
                [2]Sangatta, Status Hukum, 2013, Diakses pada tanggal 24 Pebruari 2013 dari situs:http://statushukum.com/hukum-waris-adat html.
[3] Laman Web Rasmi KDYMM Sultan Terenggau , Asal Usul Nama Terengganu , Diakses 24 Pebruari 2013 dari situs: http://www.google.com/url?q=http://www.istana.terengganu.gov.my/asal_usul.php&sa=U&ei=L3cnUaewJIjxrQeP2IAg&ved=0CBgQFjAA&usg=AFQjCNGrqUBTlGkwXGcltTSRCBsfTLW80Q


[4] Sumber: 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad) - Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press
[5] Dr. Syahrizal, Hukum Adat Dan Hukum Islam Di Indonesia, (Aceh:Nanggore Darussalam ,2004), hlm 169.
[6]Sangatta, Status Hukum, 2013, Diakses pada tanggal 24 Pebruari 2013 dari situs:http://statushukum.com/hukum-waris-adat html.

[7] Ibid.
[8] Ibid
[9]Nawazir,Pengertian dan Definisi Warisan, 10 Mei, 2012, Diakses 24 Pebruari 2013dari situs:   http://id.shvoong.com/law-and-politics/family-law/2289628-pengertian-dan-definisi warisan.
[11] Ibid

[12] Ibid
[13] Sajuti Thalib, Op.Cit. hal 105
[14]Johore Bar, Harta Pusaka, 03 Agustus 2010,Diakses 24 Pebruari 2013 dari situs :http://www.johorebar.org.my/index.php?option=com_content&view=article&id=50&Itemid


[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Ibid.

[18] Ibid.

[19] Ibid.
[20] Ibid.

[21] Ibid.