DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ................................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah.............................................................................................
6
BAB II : PEMBAHASAN...................................................................................................
7
A.Pengertian Hukum Waris Adat.........................................................................
7
B.Asal Usul Nama Terengganu Dan Hukum Adat Pengaruh Agama…………….. 11
C Bagaimana Cara Pembagian Dan Syarat Ditetapkan 13
D. Apakah Sanksi Pelanggaran Harta Warisan................................................. 21
1. pelanggaran menurut hukum adat........................................................... 21
BAB III : PENUTUP........................................................................................................... 22
KESIMPULAN................................................................................................
22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 23
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk
dan pedoman hidup bagi setiap umat yang ingin mendapatkan keselamatan dan
kesejahteraan dalam hidup dan kehidupannya, di dunia maupun di akhirat nanti.
Shalawat dan
salam semoga terlimpah kepada Nabi kita Muhammad SAW, yang telah menyampaikan
dan menyebarkan pesan-pesan Allah SWT kepada umatnya..
Penyusun
menyampaikan ribuan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Dosen HUKUM
ADAT yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk membuat makalah ini. Demikian juga rasa terima kasih saya
kepada semua pihak yang mendorong dan membantu dalam proses penyusunan makalah
ini.
Penyusun yakin,
bahwa isi makalah ini masih banyak kekurangannya. Karena itu, penyusun
mengharapkan kritik dan saran, khususnya dari para pendidik dan umumnya dari
semua pembaca, sehingga isi makalah ini lebih sempurna.
Akhirnya, kepada Allah jualah semuanya dikembalikan, dengan iringan
do’a mudah-mudahan pembuatan makalah ini dapat memberikan pemahaman kepada kita
tentang bagaimana sesungguhnya memahami HUKUM ADAT ini.
22 Januari 2012,
Penulis,
NUR ANISAH BINTI NORDIN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Memahami Hukum
Adat dimulai dari pengetian dan istilah hukum adat itu sendiri, menurut Para Sarjana Indonesia (doktinal) hukum adat ialah sistem hukum
dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara asia seperti
Malaysia , Indonesia dan Thailand
Sumbernya adalah peraturan-peraturan yang tidak tertulis, yang tumbuh dan
berkembang dan dipertahankan dengan keadaan hukum masyarakat.
Sedangkan
menurut Soejono Soekanto, hukum adat hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, namun kebiasaan
yang mempunyai akhibat hukum (das sein das sollen).
Berbeda dengan kebiasaan (dalam arti biasa), kebiasaan yang merupakan penerapan
dari hukum adat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dalam
bentuk yang sama menuju kepada Rechtsvaardige Ordening Der Semenleving.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat adalah aturan (perbuatan dsb)
yg lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; cara (kelakuan dsb) yg sudah
menjadi kebiasaan; wujud gagasan kebudayaan yg terdiri atas nilai-nilai budaya,
norma, hukum, dan aturan yg satu dng lainnya berkaitan menjadi suatu sistem.
Karena istilah Adat yang telah diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi
kebiasaan maka istilah hukum adat dapat disamakan dengan hukum kebiasaan.
Hukum waris adat menurut soepomo merupakan peraturan yang memuat
pengaturan mengenai proses penerusan serta pengoperan barang-barang harta benda
dan barang-barang yang tidak termasuk harta benda dari suatu angkatan manusia
kepada turunannya.
Hukum waris adat menurut Ter Haar merupakan peraturan yang meliputi
peraturan hukum yagn bersangkutan dengan proses yang sangat mengesankan serta
yang akan selalu berjalan tentang penerusan dan pengoperan kekayaan materil dan
immateril dari satu generasi kepada turunannya.
Di Terengganu amat dipengaruhi
dengan hukum islam , maka hukum adat waris di Terengganu didasarkan dengan
agama islam bagi orang islam .Dengan itu bermakna Agama Islam telah bertapak di
Terengganu sebelum tahun 1303. Perkembagan Islam di Terengganu sebelum tahun
tersebut membolehkan penulis Batu Bersurat menulis jawi dan golongan tertentu
di Terengganu boleh membaca jawi. Satu perkara yang menarik di sini, Terengganu
adalah negeri terawal di Malaysia mengkanunkan undang-undang Islam.
Dalam islam ada menyembut tentang hukum waris yang didasarkan dengan
sumber Al-Quran dan hadis nabi S.A.W:
Firman Allah subhanallahu wata’ala dalam surah an-nisaa’ ayat 2:
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim
(yang sudah balig) harta mereka, jangan
kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya
tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
Hadis
Rasulullah S.A.W dengan sabdanya:
Barangsiapa
diberi Allah harta dan tidak menunaikan zakatnya kelak pada hari kiamat dia akan
dibayang-bayangi dengan seekor ular bermata satu di tengah dan punya dua lidah
yang melilitnya. Ular itu mencengkeram kedua rahangnya seraya berkata,
"Aku hartamu, aku pusaka simpananmu." Kemudian nabi Saw membaca firman Allah surat Ali
Imran ayat 180: "Dan janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah
berikan
kepada mereka dari karuniaNya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka.
Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu
akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah lah
segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi." (HR. Bukhari)
Menurut Snouck Hurgroje membatah pandangan L.W.C. van den Berg dan
ahli-ahli hukum sebelumnya yang menganut teori reception in complex.
Snouck Hurgronje mengemukakan jalan pikiran baru mengenai pemberlakuan hukum
bagi masyarakat pribumi. Pandangan mengenai hal ini dikenal dengan teori
receptive. Inti dari teori receptie menyatakan bahwa hukum yang
berlaku bagi orang Islam adalah hukum adat mereka masing-masing. Hukum Islam
memiliki nilai keberlakuan apabila telah diterima (direseptie) oleh
hukum adat. Jadi, hukum adatlah yang menjadi penentu berlaku tidaknya hukum
Islam dalam masyarakat.
Sajutti Thalib menyebutkan, bahwa pada mulanya tidak terdapat satu
rumusan yang jelas mengenai teori receptie di kalangan ahli hukum
Belanda. Namun, dalam kenyataannya para penganut aliran teori ini berpandangan
bahwa sebenarnya yang berlaku di Indonesia adalah hukum adat asli. Dalam hukum
adat ini memang pengaruh hukum islam dalam jumlah yang terbatas. Pengaruh hukum
islam baru menunjukkan eksistensi dan memiliki nilai keberlakuan bila telah
diterima oleh hukum adat, sehingga yang lahir dan dikenal adalah hukum adat
bukan dan bukan hukum islam.
Menurut penulis, di Marang, Terengganu, bagi adat harta warisan telah ditetapkan secara turun temurun, sesuai dengan zaman modern
ini, perkembangan hukum adat didasarkan dengan perkembangan sesuatu tempat masyarakat itu dan ada pengaruh budaya yang ditambah dalam
masyarakat , ada setengahnya bertentangan
dengan hukum islam.
Hakikatnya harta warisan di Terengganu sering terkait dengan hukum adat
kerana ini adalah turun temurun dari nenek moyang terdahulu lagi, harta warisan
dibagikan oleh ayah, ibu , nenek dan kakek sebagai harta yang harus dijaga dan
dikekalkan keberadaannya agar tidak pupus agar anak cicit kita mampu merasainya.
Harta warisan di Terengganu ini tidak boleh dijual kepada orang lain
seperti barang material misalnya sawah,tanah dan emas , sedangkan barang bukan
brernilai (in material) tidak mengapa kerana ini tidak menhapuskan harta yang
diberikan. Di Marang, Terengganu mengenakan sanksi tidak akan dibantu jika terjadi sesuatu kepadanya oleh kaum
kerabatnya. Selalunya harta warisan di Terengganu didasarkan dengan agama islam
juga sama dengan pembagiannya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Pengertian Hukum Waris Adat?
2.
Asal Usul Nama Terengganu Dan Hukum Adat Pengaruh Agama?
3.
Bagaimana Cara Pembagian Dan
Syarat Ditetapkan?
4.
Apakah Sanksi Pelanggaran Harta
Warisan
1.pelanggaran menurut hukum adat?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Pengantar hukum waris
adat
Secara sederhana hukum
waris adat merupakan tata cara pengalihan atau penerusan warisan menurut
hukum adat yang berlaku. Hal ini sebagai konsekuensi atas berlakunya dan masih
terpeliharanya hukum adat di beberapa daerah di Indonesia sebagai bagian dari
kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Hukum waris adat pada dasarnya merupakan hukum kewarisan yang bersendikan
prinsip-prinsip komunal atau kebersamaan sebagai bagian dari kepribadian bangsa
Indonesia. Prinsip kebersamaan dalam hukum waris adat membuat hukum waris adat tidak mengenal
bagian-bagian tertentu untuk para ahli waris dalam sistem pembagiannya.
Pengertian Hukum Waris Adat menurut Indonesia
Terdapat beberapa pengertian mengenai hukum waris adat menurut para ahli,
sebagai berikut:
Hukum waris adat menurut soepomo merupakan peraturan yang memuat
pengaturan mengenai proses penerusan serta pengoperan barang-barang harta benda
dan barang-barang yang tidak termasuk harta benda dari suatu angkatan manusia
kepada turunannya.
Hukum waris adat menurut Ter Haar merupakan peraturan yang meliputi
peraturan hukum yagn bersangkutan dengan proses yang sangat mengesankan serta
yang akan selalu berjalan tentang penerusan dan pengoperan kekayaan materil dan
immateril dari satu generasi kepada turunannya.
Pengertian mengenai hukum waris adat tersebut diatas mengantarkan kita
pada kesimpulan bahwa hukum waris adat adalah suatu proses mengenai pengalihan
dan penerusan harta kekayaan baik yang bersifat materil maupun immateril dimana
pengalihan dan penerusan harta kekayaan tersebut dilakukan oleh suatu generasi
kepada generasi berikutnya.
Istilah dalam Hukum Waris Adat
Dalam hukum waris adat dikenal beberapa istilah, antara lain:
·
Warisan dalam hukum waris adat merujuk pada harta
kekayaan dari pewaris yang wafat baik harta kekayaan yang telah dibagi maupun
harta kekayaan yang belum dibagi;
·
Peninggalan dalam hukum waris adat merujuk pada harta
warisan yang belum bisa dibagi atau belum terbagi-bagi disebabkan salah seorang
pewaris masih hidup;
·
Pusaka dalam hukum waris adat dibagi atas dua
kategori, yakni harta pusaka tinggi yakni harta peninggalan dari zaman leluhur
yang sifatnya tidak dapat dibagi serta tidak pantas pula untuk dibagi-bagi dan
harta pusaka rendah, yakni harta pusaka yang diwariskan dari beberapa generasi
sebelumnya;
·
Harta perkawinan dalam hukum waris adat merujuk pada harta
yang telah diperoleh oleh seorang pewaris selama pewaris menjalani perkawinan;
·
Harta pemberian dalam hukum waris adat merujuk pada
harta yang diberikan oleh seseorang kepada pasangan suami istri yang
melangsungkan perkawinan;
Sistem Pewarisan dalam
Hukum Waris Adat
Dalam hukum waris adat dikenal beberapa sistem pewarisan sebagai
berikut:
·
Sistem pewarisan individual yakni sistem pewarisan
dimana harta warisan atau yang ditinggalkan dapat dibagikan dan dimiliki secara
individual diantara para ahli waris;
·
Sistem pewarisan kolektif yakni sistem pewarisan
dimana harta warisan atau harta yang ditinggalkan oleh pewaris hanya diwarisi
oleh sekelompok ahli waris yang merupakan persekutuan hak karena harta tersebut
dianggap sebagai pusaka yang tidak dapat dibagi kepada para ahli waris untuk
dimiliki secara individual;
·
Sistem pewarisan mayorat yakni sistem pewarisan dimana
harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris menjadi hak tunggal mayorat.
Mayorat adalah ahli waris tunggal. Terdapat dua macam mayorat, yakni mayorat
laki-laki dan mayorat perempuan yang dibeberapa daerah di Indonesia berbeda
penerapannya. Mayorat laki-laki berlaku di beberapa daerah seperti di Bali dan
Batak, sedangkan Mayorat perempuan dapat dijumpai berlaku di daerah sumatera
selatan, Tanah semendo dan kalimantan barat serta suku dayak.
Ilmu waris adalah ilmu yang membahas
tentang cara pembagian yang telah ditentukan dalam al-Qur’an/ Al- Hadits.
Ilmu waris disebut juga faraidl,
jama’ dari faridlah artinya bagian tertentu. Jadi menurut istilah ilmu yang
membahas bagian-bagian tertentu dalam membagi harta pusaka :
Surat Al-Nisa ayat 11 :
·
Artinya : “Allah mensyariatkan
kepadamu tentang (pembagian harta pusaka) untuk anak-anakku yaitu : bagian
seorang anak laki-laki sama dnegan bagian dua orang anak perempuan dan jika
anak itu semuanya perempuan lebih dari dua orang, maka bagian mereka dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja,
maka ia memperoleh separoh harta dan untuk dua orang ibu bapak masing-masing
mendapat seperenam dari harta yang ditinggalkan jika yang meninggal itu
mempunyai anak, jika yang meninggal itu tidak mempunyai anak dan ia diwarisi
oleh ibu bapaknya (saja) maka ibunya mendapat sepertiga, jika yang meninggal
itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. Setelah
dipenuhi wasiat. Dibayarkan hutangnya orang tuanya dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu.
Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha
Bijaksana.
Sebab- sebab mendapat warisan:
a.
Hubungan keturunan
b.
Hubungan perkawinan
c.
Hubungan kemerdekaan budak
d.
Hubungan agama
Hikmah pembagian harta waris:
-
Terpelihara hubungan silaturahmi
-
Keluarga laki-laki lebih besar
bagiannya dair keluarga perempuan
-
Menjunjung tinggi perintah Allah dan
Rasulnya
-
Mewujudkan keadilan berdasarkan
syariat Islam
Menurut di
Terengganu hukum waris saling timbAl balik dengan hukum adat, kerana pengaruh
dari hukum islam yang dibawa oleh nenek moyang lagi sangat kuat, walaupun hukum
adat di terengganu semakin hari semakin terhapus, tapi di Marang masih
mengamalkan tapi tidak banyak.
B.
ASAL USUL NAMA TERENGGANU DAN HUKUM ADAT PENGARUH
AGAMA?
Asal Usul Nama Terengganu
Ada beberapa cerita yang dikaitkan
dengan negeri Terengganu. Nama Terengganu itu dikaitkan dengan "Terangnya
ganu", "Taring anu" dan "Terengan nu".
Kisah asal nama Terengganu ini melibatkan penduduk luar Terengganu iaitu
penduduk Kelantan dan Pahang. "Terengnya ganu" ini dikaitkan
pula dengan peristiwa beberapa orang pelayar Kelantan tiba di Kuala yang kini
dipanggil Kuala Terengganu melihat pelangi dilangit. Mereka pun menyatakan "Teren
sungguh ganu di sini". Apabila pulang ke Kelantan mereka menyatakan di
negeri jiran sungguh "terang ganunya".
Sementara itu "Taring
anu" dikatakan berasal daripada cerita yang dikisahkan oleh Sultan
Terengganu yang kesembilan, Baginda Omar (1839 - 1876). Sebelum wujud nama
negeri Terengganu, satu rombongan Pahang datang memburu di kawasan hulu.
Apabila mereka tiba di satu tempat ( kini dikenali dengan Sungai Terengganu
Mati ), salah seorang daripada rombongan itu terjumpa sebatang taring. Beliau
pun bertanya kepada temannya, taring apa? Salah seorang daripadanya menyatakan "taring
anu" kerana dia tidak dapat mengingatkan nama taring tersebut. Tidak
lama kemudian, diantara mereka dapat memburu seekor rusa. Apabila dibawa pulang
ke tempat mereka berkhemah, salah seorang daripada mereka bertanya tempat rusa
itu diburu. Mereka yang berkenaan menyatakan berburu di "Taring
anu". Begitu juga apabila membawa pulang kayu gaharu dan ditanya
tempatnya, mereka menyatakan di "Taring anu". Lama kelamaan
dikenali dengan Terengganu.
Sebuah kisah
lagi berkait dengan salah sebuah sungai yang bernama Sungai Terengan.
Dipercayai pada zaman silam sudah ada penduduk di sini. Mereka mondar
menggunakan kedua-dua sungai ini. Jika mereka bertolak dari Kuala Terengan,
mereka akan menggunakan sama ada Sungai Terengan atau Sungai Kerbat. Jika ada
di antara mereka bertanya hendak ke mana, mereka akan jawab sama apakah "Terengan
ni" atau "Terengan nu". Dengan itu lama kelamaan
muncul lah Terengganu.
Kedatangan Islam
Setakat ini
tidak dapat dipastikan tanggal atau tahun dari mana kedatangan Islam ke
Terengganu. Namun begitu pada Prasasti Bersurat Terengganu tercatat tahun
Hijrah 702, bersamaan 1303. Tahun ini disetujui sejauh ini tercatat di Prasasti
Bersurat dan bukan berarti Islam bermula di Terengganu pada tahun tersebut.
Dengan itu berarti Agama Islam telah
ditetapkan di Terengganu sebelum tahun 1303. Perkembagan Islam di Terengganu
sebelum tahun tersebut memungkinkan penulis Prasasti Bersurat menulis jawi dan
golongan tertentu di Terengganu bisa membaca jawi. Satu hal yang menarik di sini,
Terengganu adalah negeri pertama di Malaysia mengkanunkan undang-undang Islam.
Dalam pada itu terdapat bukti pada
kurun ke-16, Sharif Muhammad Al-Baghdadi sudah berada di Kuala Berang.
Kehadiran beliau ini sudah pasti ada kaitan dengan Agama Islam dan perdagangan.
Beliau meninggal dunia di Batu Belah, Kuala Berang. Keturunan beliau, Abdul
Malik bin Abdullah ( disebut sebagai Tuk Pulau Manis ) melanjutkan kegiatan
keagamaan di Terengganu. Setelah kira-kira 10 tahun menuntut di Mekah dan
Madinah,
disekitar tahun 1690 Abdul Malik pulang ke Terengganu dan mengajar ilmu agama
di Kuala Berang.
Hemat penulis hukum adat hampir sama dengan hukum islam dalam harta
warisan, hanya ditambah pensyaratan yang tertentu yang untuk menjaga harta itu untuk dirasakan oleh
anak cicit mereka.
C.
BAGAIMANA CARA PEMBAGIAN DAN SYARAT DITETAPKAN ?
Oleh kerana harta
warisan di Terengganu hampir sama dengan harta warisan hukum islam, penulis
cuba sampaikan berdasarkan hukum islam.
Penggolongan ahli waris dalam hukum Islam dapat
dibedakan
menurut beberapa sistem hukum kewarisan, yaitu ;
1) Ahli Waris menurut Sistem Kewarisan Patrilineal
Pokok-pokok pikiran dalam kewarisan patrilinial
Syafe’i sebagaimana yang dikemukakan Sajuti Thalib yaitu :
a) Selalu memberikan kedudukan yang lebih baik dalam
perolehan
harta peninggalan kepada pihak laki-laki. Dalam
hubungan ini
termasuk perbandingtan antara ibu dan bapak atas harta
peninggalan anaknya.
b) Urutan keutamaan berdasarkan ushbah dan
laki-laki. Ushbah ialah
anggota keluarga yang mempunyai hubungan darah
sesamanya
berdasarkan hubungan garis keturunan laki-laki atau
patrilinial.
c) Istilah-istilah khusus mengenai kewarisan dalam
Al-Qur’an mungkin
disamakan dengan istilah biasa dalam bahasa
sehari-hari atau
istilah hukum adat dalam masyarakat Arab, bahkan
istilah-istilah hukum Adat dalam Al-Qur’an sendiri.
PEMBAHAGIAN HARTA
PUSAKA DALAM ISLAM
Apakah yang perlu
dilakukan terhadap harta seorang yang beragama Islam apabila ia meninggal
dunia?
Bila seorang yang beragama Islam meninggal dunia, hal-hal
yang perlu dilakukan berdasarkan prioritas adalah :
- membayar segala pengurusan pemakaman si mati dan biaya-biaya yang
berkaitan dengannya;
- membayar hutang-hutang yang masih dimiliki oleh si mati (kecuali
jika si kreditor telah menghalalkan utang itu);
- implementasi wasiat yang telah dibuat oleh si mati (jika ada);
- pembagian harta pusaka si mati kepada ahli warisnya yang berhak
menurut hukum Islam.
Apakah kebebasan
seorang Muslim di dalam membuat wasiat ke atas hartanya?
Kebebasan seorang Muslim membuat wasiat terbatas pada
satu pertiga (1/3) dari hartanya untuk penerima wasiat yang tidak terdaftar
sebagai ahli waris yang berhak mewarisi harta pusaka. Ini berarti sebanyak sepertiga (1/3) sahaja daripada harta si mati
yang akan dibagi sesuai kehendak wasiat.
Apakah efek wasiat si mati jika ia bertentangan dengan
batas-batas yang telah ditetapkan?
Wasiat si mati akan terbatal melainkan mendapat
persetujuan dari seluruh ahli waris si mati yang mewarisi harta pusaka. Sekiranya wasiat itu
diteruskan pihak yang tidak puas bisa
membawa kasus ini ke Pengadilan Syariah.
Apakah yang terjadi pada
dua pertiga (2/3) dari harta si mati yang tidak bisa diwasiatkan?
Dua pertiga (2/3) dari harta si mati yang tidak bisa
diwasiatkan akan menjadi harta pusaka pewaris (si mati) untuk dibagi kepada
ahli warisnya yang berhak menurut sistem pembagian harta pusaka Islam (faraid).
Bagaimana pembagian
harta si mati jika ia meninggal dunia tanpa meninggalkan wasiat?
Jika seorang Muslim meninggal tanpa wasiat, maka
keseluruhan harta si mati menjadi harta pusaka yang akan dibagi kepada ahli
warisnya yang berhak menurut hukum Islam (faraid).
Apakah yang terjadi
pada harta pusaka si mati jika ia tidak memiliki ahli waris yang berhak
mewarisi harta pusaka?
Jika seorang Muslim meninggal tanpa meninggalkan ahli waris, maka harta si
mati itu akan disalurkan ke Baitulmal sebagai warisan bagi kaum muslimin secara
umum.
Apakah yang terjadi
jika masih ada bakian harta pusaka setelah pembagian dilaksanakan kepada ahli
waris yang berhak?
Bakian harta pusaka yang tidak diwarisi oleh ahli
waris (setelah dibagi menurut sistem faraid) akan diserahkan ke Baitulmal yang
bertindak sebagai pemegang amanah kepada umat Islam secara menyeluruh.
Siapakah ahli waris si
mati yang mewarisi harta pusaka?
Ahli waris si mati yang mewarisi harta pusaka terdiri
daripada dua kelompok utama yaitu:
- Ashab al-furud: Ahli waris yang berhak mewarisi bahagian harta pusaka yang telah
ditetapkan di dalam faraid Islam. Mereka terdiri daripada tiga kategori:
- Ahli waris utama yang berhak
menerima bahagian harta pusaka yang telah ditetapkan betapapun juga kondisi
dan tidak akan terdinding oleh ahli waris yang lain. Mereka adalah-
- Suami
- Istri
- Bapa kandung
- Ibu kandung
- Anak perempuan
- Ahli waris kedua yang berhak
menerima bagian harta pusaka yang telah ditetapkan jika tidak
pendindingan yang mencegah mereka daripada mewarisi harta pusaka. Mereka
adalah-
- Saudara perempuan seibu dan sebapa dengan si
mati
- Saudara perempuan sebapa dengan si mati
- Saudara perempuan seibu dengan si mati
- Saudara lelaki seibu dengan si mati
- Ahli waris pengganti yang berhak
menerima bagian harta pusaka yang telah ditetapkan apabila ahli waris
utama telah meninggal sebelum si mati. Mereka adalah-
- Datuk pria
- Nenek
- Cucu perempuan daripada anak lelaki
- Asobah: Ahli waris yang berhak mewarisi bakian harta pusaka si mati
(residue). Dengan demikian, bagian pewarisan harta pusaka tidak ditetapkan
untuk mereka. Asobah terdiri daripada tiga kelompok:
i.
Asabah bi nafsihi: Mereka terdiri daripada tiga kategori mengikut
tertib dan priority
JADWAL PEMBAGIAN HARTA
PUSAKA ATAS ASHAB AL-FURUD
No
|
Nama Waris
|
Bagian
|
Keterangan untuk ahli waris yang berhak
|
1
|
Suami
|
½
|
- Jika si mati (istri) tidak meninggalkan anak atau cucu
|
|
|
¼
|
-Jika si mati (istri) meninggalkan suami dan anak atau cucu
|
2
|
Istri
|
¼
|
-Jika si mati (suami) tidak meninggalkan anak atau cucu
|
|
|
1/8
|
-Jika si mati (suami) meninggalkan istri dan anak atau cucu daripada
anak lelaki
|
3
|
Bapa
|
1/6
|
-Jika si mati meninggalkan ayah, anak atau cucu lelaki.
|
|
|
1/6+ Asobah (asobah bi nafsihi)
|
-Jika si mati meninggalkan ayah, anak atau cucu perempuan daripada
anak lelaki. *Bapa akan mendapat bagi 1/6 dan setelah harta dibagikan,bapak
akan mendapat bakian yang tinggal (jika ada)
|
|
|
Asobah (asobah bi nafsihi)
|
-Jika si mati meninggalkan istri/suami, ibu dan bapak saja.
|
4
|
Ibu
|
1/6
|
-Jika si mati meninggalkan ibu ,bapa, anak atau cucu daripada anak
lelaki
|
|
|
1/6
|
-Jika si mati meninggalkan ibu dan lebih daripada dua orang saudara
lelaki dan perempuan (seibu sebapa/sebapa/seibu)
|
|
|
1/3
|
-Jika si mati tidak memiliki anak atau cucu daripada anak lelaki atau
lebih daripada dua orang saudara lelaki dan perempuan (seibu
sebapa/sebapa/seibu)
|
|
|
1/3 dari sisa pusaka (setelah ditolak bagian istri dan kakek jika ada)
|
-Jika si mati meninggalkan istri dan ibu sahaja, atau-Jika si
mati (suami) meninggalkan istri, ibu dan bapak.*Tetapi, jika ayah telah tiada
dan terdapat kakek bersama dengan istri atau suami si mati, ibu hanya
mendapat 1/3 dari harta pusaka.*Datuk
si mati mendapat bakian harta yang tinggal.
|
|
|
1/3 dari si harta pusaka (setelah ditolak bahagian suami dan ayah)
|
-Jika si mati (istri) hanya meninggalkan bapak ,ibu dan suami.
|
5
|
Anak perempuan
|
½
|
-Jika ia seorang (tiada waris lain)
|
|
|
2/3
|
-Jika lebih dari 2 (tiada waris lain) * kadar 2/3 akan dibagi sesama
mereka.
|
|
|
Asobah (asobah bi ghairihi)
|
-Jika si mati meninggalkan anak perempuan dan pria.*Anak lelaki
mendapat 2 bahagian dan anak perempuan mendapat 1 bahagian dari bakian
harta pusaka. *Bagian setiap orang anak perempuan bersaman dengan ½ bagian
setiap anak lelaki.
|
6
|
Datuk ( sebelah bapa)
|
1/6
|
- Jika si mati meninggalkan datuk, anak atau cucu daripada anak
lelaki.
|
|
|
1/6+ Asobah (asobah bi nafsihi)
|
-Jika si mati meninggalkan kakek, anak perempuan atau cucu perempuan
dari anak lelaki dan tiada anak atau cucu lelaki
|
|
|
Asobah (asobah bi nafsihi)
|
-Jika si mati meninggalkan kakek seorang atau -setelah ahli
waris yang terdekat menerima penilian bagian masing-masing.*Datuk
mendapat bakian harta pusaka.
|
|
|
Terdinding
|
-Dengan tua si mati*Datuk tidak mendapat apa-apa.
|
7
|
Nenek
|
1/6
|
-Jika si mati meninggalkan nenek seorang (sebelah bapa atau ibu) *Jika
banyak nenek, nilai 1/6 akan dibagikan sesama mereka.
|
|
|
Terdinding
|
-Dengan ibu si mati (apakah nenek sebelah ibu atau sebelah bapak).-Bagi
nenek sebelah bapa terdinding dengan bapak si mati tetapi nenek
sebelah ibu tidak terdinding dengan bapak*Nenek tidak mendapat apa-apa.
|
8
|
Cucu perempuan (dari anak lelaki)
|
½
|
-Jika ia seorang saja (tiada waris lain)
|
|
|
2/3
|
-Jika lebih dari 2 orang *(tiada waris lain seperti anak lelaki,anak
perempuan atau cucu lelaki dari anak lelaki)
|
|
|
Asobah (asobah bi ghairihi)
|
-Jika si mati meninggalkan cucu perempuan cucu dan cucu lelaki.*Cucu
lelaki mendapat 2 bagian dan cucu perempuan mendapat 1 bagian daripada
bakian harta pusaka. *Bagian setiap orang cucu perempuan bersaman dengan ½
bagian setiap cucu lelaki.
|
|
|
1/6
|
-Jika si mati meninggalkan seorang anak perempuan dan cucu perempuan
daripada anak lelaki.*Anak perempuan mendapat ½ dan cucu perempuan mendapat
1/6. *Tetapi jika ada cucu lelaki, cucu perempuan menjadi asobah.
|
|
|
Terdinding
|
-Dengan 2 orang anak perempuan si mati.atau- Dengan anak lelaki
si mati.
|
9
|
Saudara perempuan dan lelaki (seibu)
|
1/6
|
- Jika ia seorang (tiada waris lain)
|
|
|
1/3
|
- Jika lebih daripada 2 orang (tiada waris lain)
|
|
|
Terdinding
|
-Dengan anak atau cucu dari anak lelaki si mati atau,-Dengan
bapa atau,-Dengan tua
|
10
|
Saudara perempuan (seibu dan sebapa)
|
½
|
-Jika ia seorang (tiada waris lain)
|
|
|
2/3
|
-Jika lebih daripada 2 orang (tiada waris lain)
|
|
|
Asobah (asobah bi ghairihi)
|
- Jika si mati meninggalkan saudara perempuan dan lelaki (seibu dan
sebapa).
|
|
|
Asobah (asobah ma a ghairihi)
|
-Jika si mati meninggalkan saudara perempuan (seibu dan sebapa) dan
anak perempuan atau cucu perempuan daripada anak lelaki.
|
|
|
Terdinding
|
-Dengan anak lelaki atau cucu lelaki dari anak lelaki si mati, atau-Dengan
tua atau -Dengan datuk
|
11
|
Saudara perempuan (sebapa)
|
½
|
-Jika ia seorang (tiada waris lain)
|
|
|
2/3
|
-Jika lebih daripada 2 orang (tiada waris lain)
|
|
|
1/6
|
-Jika si mati meninggalkan saudara perempuan (sebapa) dan seorang
saudara perempuan (seibu dan sebapa),
|
|
|
Asobah (asobah bi ghairihi)
|
- Jika si mati meninggalkan saudara perempuan dan saudara lelaki
(sebapa).
|
|
|
Asobah (asobah ma a ghairihi)
|
-Jika si mati meninggalkan saudara perempuan (sebapa) dan anak
perempuan atau cucu perempuan daripada anak lelaki.
|
|
|
Terdinding
|
-Dengan anak lelaki atau-Dengan cucu lelaki dari anak lelaki
atau-Dengan tua atau-Dengan 2 orang saudara perempuan seibu dan
sebapa si mati.,atau-Dengan saudara perempuan seibu dan sebapa si mati
atau-Dengan saudara lelaki seibu dan sebapa si mati.
|
Ketentuan
sebelum dibagikan harta:
Dengan ini sebelum harta ini dibagi untuk para ahli waris diambil terlebih
dahulu sebagaian untuk:
a.
Biaya
perawatan
jenazah (termasuk pengobatan saat sakit)
b.
Pembayaran
utang si mayat (jika ada)
c.
Pelakasanaan
wasiat (jika ada)
Jika seorang meninggal dunia dan ia
tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya dan saudaranya yang
laki- laki mempusakai seluruh harta saudara perempuan. Jika mereka ahli waris
itu terdiri dari saudara- saudara perempuan dan laki- laki, maka bagian seorang
saudara laki- laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan satu bagian.
Harta akan
diblokir jika :
a. Seorang itu seorang pembunuh atau
perkelakuan jelek/ durhaka.
b.
Seorang itu keluar dari agama islam
(murtad).
c.
Ini ada dalam hukum islam jika dia
seorang hamba..
D. APAKAH SANKSI PELANGGARAN HARTA WARISAN
pelanggaran menurut hukum adat
Setelah kematian si pewaris, anak yang tua dari jalur ayah itu yang menangani
harta warisan tersebut berdasarkan dengan hukum islam, selepas itu harta
warisan diberikan oleh pengolahan harta bagi membagikan kepada si waris itu.
Untuk harta (material) yang di wariskan di Marang, Terengganu tidak bisa
dijual, bagi masyarakat Marang untuk siapa yang kesempitan boleh dijual atau
gadai tetapi kepada anggota keluarganya sendiri. Alasan dari jual kepada anggota
keluarga kerana tidak mau harta ini jatuh ke orang lain bukan dari keturunannya
dan kerana hendak mendapatkannya .
Sanksi yang dikenakan bagi yang melanggar hukum adat tersebut seperti
menjual harta warisan kepada selain dari keluarganya tidak akan dibantu jika
menhadapi kesulitan, jika ada acara yang diadakannnya juga tidak dihadiri oleh
kerabatnya, ini sebagai balasan atau sanksi kerana menjual harta warisan selain
dari itu dipinggirkan oleh kerabatnya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN:
Seperti kata pepatah:
“Biar mati emak ,
jangan mati adat.”
Kata ini
sering dikatakan oleh orang tua, mereka amat menyanjung dan menhormati adat,
sampai kata pepatah yang dibawa oleh nenek moyang sangat tajam atau menusuk
kalbu, pepatah ini membawa seribu arti.
Hukum adat di Terengganu boleh disimpulkan hampir sama
dengan hukum islam, hikmahnya agar dilindungi harta warisan itu , menjaga hubungan silaturahmi agar
saling membantu, keluarga
laki-laki lebih besar bagiannya dari keluarga perempuan kerana
merekalah yang akan menjaga jika sesuatu terjadi kepada pewaris, selain itu menjunjung tinggi perintah Allah dan
Rasulnya yang menganjurkan
membagi harta warisan secara adil dan jujur, dan mewujudkan keadilan berdasarkan
syariat Islam.
Tetapi di Terengganu harta untuk
anak yang tidak cukup umur dijaga oleh pengolahan harta dikenal Amanah Raya
sampai umur 18 tahun. Penulis mencuba menulis melalui empiris penulis sendiri.
Moga ini dapat dapat dikatakan hukum adat. Penulis akhiri dengan ucapan terima
kasih kepada semua yang membantu terutamanya dosen Hukum Adat yaitu Sitti Mawar
S.Ag MH.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Al-Quran
2.
Soerjo W,
1984 Pengantar Asas-asas Hukum adat P.T. Gunung Agung.
5.
Sumber: 1100 Hadits Terpilih (Sinar
Ajaran Muhammad) - Dr. Muhammad Faiz Almath - Gema Insani Press
6.
Dr. Syahrizal, Hukum Adat
Dan Hukum Islam Di Indonesia, (Aceh:Nanggore Darussalam ,2004), hlm 169.
8.
Sajuti
Thalib, Op.Cit. hal 105